skip to main | skip to sidebar

Menu

  • Home
  • Download Anime

Bob.Bobi.Bibo

nikmati hidup ini dengan POSITIF,SEMANGAT,GEMBIRA

Selasa, 11 Januari 2011

Kenapa Harga Cabe bisa mempengaruhi inflasi dan semakin mahal?

Saat makanan menjadi kehilangan rasa, apalagi yang bisa menebus kehilangan rasa itu?

Bukannya mau bersikap pesimistis, namun penggemar rasa pedas kini sedikit berduka karena harga cabai menjulang tinggi sekali, bisa mencapai Rp140.000 sekilogram!

"Mau apa lagi? Kalau mau rasa pedasnya seperti biasa pembeli harus bayar lebih. Jadi terpaksa tambah lada sedikit atau campur bawang putih. Cabai rawit di Pasar Badung sudah Rp85.000 sekilo," kata Seno, penjaja bebek goreng, ayam goreng, dan pecel lele di depan RS Puri Bunda, Denpasar.

Jurus Seno dan ketiga temannya mengakali rasa pedas di warung tendanya cukup jitu.

Ulekan lada dipadu bawang merah dan tomat mengoplos cabe sudah cukup mengobati kerinduan para pecinta rasa pedas walau tidak mungkin menyamai rasa pedasnya cabai asli.

Berjualan semalam dari petang hari, Seno perlu tiga kilogram cabai keriting dan satu kilogram cabai rawit. Hingga Agustus tahun lalu, modalnya untuk membeli pengobat rindu penggemar rasa pedas itu masih terjangkau. "Sekarang? wah, tidak sanggup lagi. Kok bisa mahal sekali ya?," kata pemuda asal Banjarnegara, Jawa Tengah itu.

Juni 2010, katanya, harga cabai segala jenis mulai merangkak naik dari Rp20.000 menjadi Rp25.000 per kilogram. Sejak itu harga tidak pernah turun lagi dan menjadi lebih parah dengan "rekor" sampai Rp100.000 per kilogram, sebab hujan lebat tiada putus membuat cabai busuk di kebun-kebun petani.

Cerita sama juga dikatakan Johny, pemilik Manado 88, satu rumah makan masakan Manado terkenal di Bali. Siapa yang tidak paham rasa pedas hampir semua jenis menu makanan asli Manado? "Keadaan cukup sulit untuk bisa seperti dulu lagi. Kami juga sulit menaikkan harga masakan lebih tinggi lagi," kata lelaki yang telah puluhan tahun merantau di Bali itu.

Ironis, Bali yang berpenduduk empat juta jiwa dan dianugerahi tanah sangat subur juga kelimpahan air, namun senantiasa kekurangan bahan pangan terutama sayuran dan buah-buahan. Itu sebabnya banyak sekali komoditas hortikultura itu harus diseberangkan dari Pulau Jawa.

Akan halnya kenaikan harga cabai (Capsicum annuum, Linneaeus) itu terjadi di Kalimantan, yang diberitakan mencapai Rp140.000 per kilogram, mungkin orang bisa memaklumi karena kualitas kesuburan tanah dan ketersediaan air di sana tidak sebaik di Pulau Jawa atau Pulau Bali.

Manusia diberi akal-budi untuk bisa bertahan hidup dan itu juga yang terjadi untuk menyiasati kenaikan harga cabai. Di Pasar Badung dan Pasar Kereneng, Denpasar, sebagaimana juga terjadi di Pasar Gianyar, cabai-cabai hampir busuk yang biasanya tidak dilirik kini laku keras.

Harga cabai oplosan dengan yang hampir busuk itu juga masih lumayan mahal, antara Rp40.000 dan Rp80.000 sekilogram. "Mau apa lagi? Yang penting murah dan tidak bikin sakit perut," kata Seno.



Begitulah cerita tentang cabai di Tanah Air yang katanya kaya-raya, tempat di mana tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Sejak belasan tahun lalu, hampir setiap hari raya agama atau musim hujan, harga komoditas hortikultura selalu bergerak naik dengan banyak alasan, mulai dari busuk di kebun, angkutan tidak lancar, sampai aksi ambil untung secara keterlaluan oleh spekulan.

Cabai mengandung asam kapsikum yang menciptakan rasa pedas di lidah bagian tengah. Kandungan asam kapsikum yang juga bisa meningkatkan produksi asam lambung di perut manusia ini, paling banyak terdapat di bagian bijinya dan bukan pada kulit buah atau tangkai buahnya.

Semakin tua cabai itu didukung lingkungan cukup kering, maka kandungan asam kapsikum di dalam bijinya semakin meningkat; hal ini penyebab cabai rawit asal NTT lebih pedas ketimbang rekannya asal Jawa Barat.

Kandungan asam organik tanaman yang satu keluarga dengan kentang itu juga berpelurus kandungan asam askorbat yang bahan utama vitamin C.

Kini rasa pedas cabai itu semakin menggigit karena kenaikan harga cabai di pasar tradisional secara nasional ikut memicu kenaikan laju inflasi pada saat pemerintah pusat tengah berbangga hati tingkat pertumbuhan ekonomi meningkat. Kalau tidak segera diatasi bisa membuat "sakit perut" pemerintah dan rakyat Indonesia.

Terdapat satu aliran asumsi pengamatan kemakmuran satu masyarakat, yaitu dengan mengamati secara langsung tingkat kemakmuran itu di kalangan masyarakat menengah-bawah. Biasanya, kelas masyarakat inilah yang mengisi lebih dari dua pertiga populasi suatu negara, tidak ubahnya di Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mempunyai risalah ilmiah tersendiri soal kenaikan harga cabai ini, yang mencatat kenaikan harga cabai dan beras selama Juni 2010 telah mendorong kenaikan inflasi bulan itu hingga mendekati satu persen.

"Harga cabai merah naik 45,7 persen selama Juni 2010 dibandingkan Mei 2010 dengan bobot 0,69 persen dalam inflasi total, jadi menyumbang 0,26 persen atau tertinggi sumbangannya dalam inflasi Juni 2010 yang 0,97 persen," kata Kepala BPS, Rusman Heriawan, di Jakarta, beberapa masa lalu.



BPS mencatat inflasi pada Juni 2010 sebesar 0,97 persen, yang jika diurut mundur hingga Januari 2010 mencapai 2,42 persen sementara periode yang sama tahun sebelumnya mencapai besaran 5,05 persen. Heriawan menjelaskan, beras mengalami kenaikan harga sebesar 2,67 persen selama Juni dibandingkan Mei 2010, namun pengaruhnya perhadap inflasi cukup besar yaitu 4,42 persen.

Sumbangan kenaikan harga beras terhadap inflasi sebesar 0,13 persen dari inflasi total Juni yang sebesar 0,97 persen. "Tidak ada satupun kelompok harga yang mengalami deflasi," katanya.

Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan yaitu 3,2 persen, kedua makaanan jadi, minuman dan rokok sebesar 0,41 persen, perumahan, air, dan listrik 0,23 persen meski Tarif Dasar Listrik (saat itu) belum dinaikkan.

Saat mengumumkan hal ini, BPS memperkirakan target inflasi 2010 yang dipatok pemerintah dan Bank Indonesia meleset, dengan target inflasi selama 2010 sekitar lima persen plus-minus satu persen. "Inflasi ini di atas target BI sebesar lima persen plus-minus satu," kata Heriawan di Jakarta, menjelan akhir tahun 2010 lalu.

Jika pada semester perdana 2010 inflasi tercatat 2,42 persen, maka selama 11 bulan pertama 2010, angka itu meningkat hingga ke angka 5,98 persen dan "year on year" mencapai 6,96 persen. Bahkan, untuk November saja, laju inflasi telah mengejutkan bank sentral, yang diakui Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, semula inflasi November diperkirakan di bawah 0,5 persen, ternyata malah 0,6 persen.

Khusus untuk harga cabai, ternyata sayuran pedas ini memberi sumbangan signifikan terhadap laju inflai pada Desember 2010 lalu. "Sampai 0,33 persen," kata Heriawan.


Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, berkomentar tentang hal itu yang dikatakan dia sebagai hal biasa. "Cabai merupakan barang pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dan tidak bisa disimpan lama. Kalau musim hujan, produksi turun, dan mudah busuk. Ini kasihan petaninya, baru senang sedikit sudah hujan," katanya.

Namun bagi Seno dan banyak sekali warga lain Indonesia, harga barang-barang yang melambung terlalu tinggi dan tidak terjangkau, makin menjerat kehidupan mereka. "Jangan mikir punya tabungan sekarang ini, bisa sedikit di atas modal saja sudah bagus," katanya.

Seno, sebagaimana halnya Johnny sebetulnya membantu tugas pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Walau digolongkan ke dalam kelas usaha gurem yang dihaluskan menjadi mikro, namun secara swadaya dengan tidak menikmati suntikan Kredit Usaha Rakyat dari bank, mereka bisa melaksanakan aktivitas ekonomi yang memberi efek pengganda tertentu kepada lingkungannya.

Kenaikan harga barang-barang jelas menjadi hal sangat sentitif bagi rakyat. Rakyat memakai logikanya sendiri dan memberi penilaian sangat sederhana kepada keberhasilan satu pemerintahan negara, yaitu kenaikan harga barang sebagai ukuran.

Bukankah hal-hal seperti ini, mulai dari arus mudik, musim liburan, jemaah haji, dan lain sebagainya selalu berulang dengan pola mirip dari tahun ke tahun?

Oleh Ade P Marboen

Sumber : kompas.com dipost kembali oleh http://myquran.com/forum/showthread.php/22840-Kenapa-Harga-Cabe-bisa-mempengaruhi-inflasi-dan-semakin-mahal


Diposting oleh Bob Iman Ilmiawan di 07.25 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Label: Akuntansi, umum

Menjalankan Peraturan Tidak Semudah Membuat Peraturan

Apakah benda yang wajib dimiliki Warga Negara Indonesia jika telah berumur 17 tahun? Uang? Bukan. Anak? Haha tentu saja bukan. Yup, semua WNI tanpa terkecuali yang sudah berusia 17 tahun keatas wajib memiliki identitas kependudukan yaitu KTP.

Saya mempunyai pengalaman pribadi dalam mengurus pembuatan KTP. Dan ini ada kaitannya dengan etika profesi dalam hal pelayanan publik.

Pertengahan 2010 lalu, saya kehilangan dompet di kampus. Tentu saja KTP saya pun ikut hilang (yaiyalaah..). Parahnya, saya baru mengajukan pembuatan KTP baru 3 bulan kemudian,haha. Setelah menanyakan pada ibu saya, ternyata untuk membuat KTP tidak sulit. Cukup membawa fotokopi Kartu Keluarga (KK) 1 lembar saja. Nanti fotonya langsung di sana. Kredit untuk kantor kelurahan yang memenuhi salah satu kriteria pelayanan publik yaitu Kesederhanaan.

Saat sampai di kantor kelurahan daerah saya, saya segera menuju loket pelayanan kependudukan. O..O..ternyata saya datang di jam yang kurang tepat. Saya datang sekitar pukul 1 siang, dimana saat itu para karyawan sedang istirahat, sehingga loket ditutup untuk sementara. Saya melihat jadwal istirahat dan melihat bahwa loket akan dibuka kembali pada pukul 13.30. Apa boleh buat, saya harus menunggu.

Pukul 13.30, teng, saya melirik, hmmmm belum dibuka juga loketnya. 5 menit... 10 menit... berlalu sudah. Di loket belum tampak batang hidung si petugas. Saya berpikir, wah bagaimana ini petugasnya. Kenapa kurang disiplin. Akhirnya saya memberanikan diri untuk masuk ke dalam kantornya, dan ternyata sang petugas sudah ada namun hanya duduk di belakang komputer. Hmmm entah apa yang sedang dikerjakannya, tapi saya berusaha husnudzon saja. Siapa tahu ada pekerjaan yang sangat penting sehingga tidak bisa ditinggalkan.
Lalu saya mendatangi petugas tersebut dan mengutarakan maksud saya. “Mbak, KTP saya hilang. Saya mau buat KTP baru.” tutur saya. “Oh iya sebentar ya.” Jawab petugas itu seraya mengambilkan formulir permohonan pembuatan KTP baru. Saya segera mengisi formulir tersebut. Formulirnya cukup simple, tidak ribet. Tidak banyak data yang harus saya isi. Mungkin ini karena saya hanya mengganti KTP yang hilang. Setelah selesai, saya menyerahkan formulir tersebut beserta fotokopi KK. Setelah menggabungkan berkas-berkas, petugas tersebut mempersilahkan saya untuk duduk di depan komputer. Ada kamera digital yang tersambung ke komputer. WOW, kantor kelurahan zaman sekarang canggih juga, sehingga kita tidak perlu menempel foto lagi.

Setelah difoto, petugas tersebut berkata, “KTP nya jadi sekitar 3 hari lagi ya.” Wah, cukup cepat ternyata. Dulu banyak yang mengeluh karena butuh waktu sekitar 2 minggu lebih jika lewat “cara biasa”. Tapi petugasnya belum selesai berkata. “Oiya, ini ada biaya administrasinya ya.” tambahnya.  Saya yang belum pernah membuat KTP sendiri langsung mengiyakan. Saat 17 tahun, saya memang nitip ibu saya membuat KTP, sekalian ibu saya memperpanjang KTP. “Berapa?” tanya saya.”Seikhlasnya.” jawab dia. Sesaat saya tahu, wah ini pasti pungli. Akan tetapi saya biarkan saja. Daripada nanti jadi ribet. Uang di dompet saya tinggal 10 ribu dan beberapa receh. Tidak mungkin saya memberi mbak nya seribuan, criing! Hahaha. Ya sudah, saya memberikan uang 10 ribu dan menerima formulir untuk mengambil KTP nantinya.
Selesai sudaah.. eits belum2... saat akan keluar, saya melihat sebuah papan yang berjudul : DAFTAR TARIF RETRIBUSI, PENDAFTARAN PENDUDUK & PENCATATAN SIPIL PROVINSI DKI JAKARTA. Jeng..jengg! ternyata terdapat daftar lengkap tarif retribusi yang legal mulai dari pembuatan KTP baru, pembuatan kartu keluarga, pencatatan kelahiran, perceraian dan lainnya.yang membuat saya kaget adalah tarif pelayanan penduduk dalam pembuatan KTP.... 0 Rupiah





Dan mereka (para petugas) nekat melakukan pungli padahal di ruangannya ada papan ini,,ckckckck... saya hendak menanyakan ini tapi menjadi tidak enak, nanti dikira tidak ikhlas memberikan uangnya. Yasudahlah, say ikhlaskan saja. Inilah memang fakta yang terjadi di pemerintahan kita, terutama yang bersifat operasional dan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Hal ini juika tidak segera diberantas nantinya bisa berakibat buruk kedepannya karena dapat merusak moral bangsa. Seorang PNS yang baik, haruslah jujur dan berintegritas. Tidak boleh menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain. apalagi sampai melanggar peraturan. Yah, sesuai judul tulisan saya, menjalankan peraturan memang tidak semudah membuatnya... tapi teman-teman sekalian, tetaplah mempunya integritas, tetaplah punya pendirian. Kita tidak boleh terpengaruh atau ikut-ikutan berbuat curang. Tetaplah berusaha menjadi pribadi yang jujur dan berintegritas, tak peduli dilihat orang atau tidak karena Alloh SWT akan selalu selalu dan selalu melihat kita.
 
Nikmati hidup ini dengan Positif, Semangat, Gembira.
Diposting oleh Bob Iman Ilmiawan di 07.15 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Bagikan ke X Berbagi ke Facebook
Label: Akuntansi
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

iwakpitik group

Facebook saya

Bob Iman Ilmiawan | Create Your Badge

Labels

Akuntansi (7) Anime (1) One Stop Reading (8) umum (3)

Blog Archive

  • ▼  2011 (5)
    • ►  Februari (3)
    • ▼  Januari (2)
      • Kenapa Harga Cabe bisa mempengaruhi inflasi dan se...
      • Menjalankan Peraturan Tidak Semudah Membuat Peraturan
  • ►  2010 (13)
    • ►  November (13)
Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

 

Copyright © Bob.Bobi.Bibo. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | American Silver Eagle Coins